Sabtu, 05 Juli 2008

ohh....DPRD KU

ANGGOTA DEWA(n) KU- jombanG

“Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan plesir waktu sidang soal rakyat”, penggalan lirik lagu penyanyi kondang Iwan Fals tersebut ternyata semakin populer dikalangan anggota dewan. Berbekal kata “merakyat” mereka (anggota dewan) sering tebar pesona, akan selalu memperhatikan nasib kaum lemah, kecil, mlarat, gembel, jelata, gelandangan, tertindas dan yang sengsara. Namun realitasnya, aspirasi serta pendapat yang muncul dari buttom-up (rakyat kecil) tak pernah diperhatikan, terbukti kasus demontrasi buruh masih sering kita dengar di kota santri ini, belum lagi Perdes (Peraturan Desa) hasil godokan dewan yang juga sama sekali tidak memihak masyarakat lemah, trus mana janji anggota dewan yang akan senantiasa mendahulukan dan memperjuangkan masyarakat kecil. Tak peduli bahwa kau berangkat dari sebuah partai yang berazaskan religi yang kuat, ternyata tak ada bedanya dengan partai yang lain, alur pikiran dan ketetapan putusan sering kali terpengaruh dengan imbalan yang dapat mencukupi kebutuhan sesaat, janji dan bualan manismu yang pernah kau proklamirkan seakan tak berbekas.

Angin segar bertiup sepoi-sepoi di bulan November 2006 lalu. Munculnya PP 37 disambut uforia oleh mereka yang bergelar “Legislatif”, semangat membantu dan sok dermawan mulai diperlihatkan lagi, dengan penuh keyakinan mereka mengumbar “pesona” bahwa seandainya kenaikan gaji seratus persen hasil dari konsekwensi dari PP itu benar-benar cair maka separohnya akan dinikmati oleh masyarakat kecil (baca : konstituen). Beruntung, Jombang punya pimpinan dewan yang masih punya rasa takut dan sedikit malu, meskipun banyak anggota dewan di daerah lain berfoya menghamburkan uang rakyat itu, tapi Jombang bersikap wait and see (jawapos, 09/02/07), mereka tidak serta merta mengambil gaji “Panas” itu, mungkin bayangan terali besi selalu menghantui jika mereka menerima gaji yang rata-rata 70 juta tiap anggota itu. Benar, kekhawatiran mereka terjawab, pemerintah merevisi PP “perampok uang rakyat” tersebut (detikcom, 7/02/07). Pupus sudah harapan anggota dewan daerah untuk memiliki, HP, motor, mobil,.… baru.

Masyarakat sebenarnya sudah jengah dengan kelakuan mereka, teriakan lantang masyarakat kecil menuntut keadilan acapkali hanya akan terdengar di luar dinding gedung megah hasil keringat rakyat. Mereka sama sekali tak memandang bahwa masih banyak warga yang hidup serba kekurangan. Korban bencana alam di Wonosalam yang sesegera mungkin membutuhkan uluran tangan, jeritan warga Plandaan yang butuh akan jembatan, karena jembatan satu-satunya yang menghubungkan dengan desa sebrang putus akibat eksplorasi pasir yang tidak memperhatikan lingkungan, masalah pendidikan, pertanian yang hanya diselesaikan pada tataran teori, sehingga rakyat masih menjerit karena harga kebutuhan bahan pokok semakin tak terbeli, mana keberpihakanmu!!, mana hasil jerih payahmu untuk rakyat kecil yang benar-benar lahir tanpa terkontaminasi oleh kepentingan “sesaatmu”. Fasilitas rumah, mobil, kesehatan, sosial, pendidikan keluarga, tunjangan-tunjangan dan gaji rata-rata 8 juta/bulan, apakah sudah sepadan dengan kinerjamu selama ini? Hanya hati nurani yang betul-betul bening yang dapat menjawabnya.

Beberapa point penting dalam PP. 37/2006 yang dirisaukan masyarakat kecil diantaranya; - tunjangan komunikasi intensif pimpinan dewan daerah dan anggota yang terhitung 1 januari 2006 (berlaku surut) yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, - dana operasional ketua dewan daerah maksimal 6 kali uang representasi. Dua point isi PP tersebut, mungkin point yang pertama adalah yang benar-benar menyakitkan masyarakat bawah. Betapa tidak, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang meradang dan menjerit saat ini sama sekali tidak membuat mereka yang notabenenya “wakil rakyat” menolak PP itu bahkan berlaku surutnya PP yang jelas menyalahi pasal 4 UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara juga tak mampu mengubah syahwat mereka untuk segera menikmati dana yang menurut mereka ”min haitsu la yahtasib” (rezeki yang tak terduga) itu, tak satupun mereka berteriak lantang “Tolak”. Para pimpinan partai juga seakan menjadi macan ompong melihat ulah anggotanya yang ngotot mendambakan PP itu untuk disahkan. Sebenarnya banyak yang dapat dilakukan pimpinan partai untuk mencari simpati rakyat, dengan melarang bahkan mengharamkan menerima gaji hasil PP itu tentu dukungan rakyat akan bertambah, lagi-lagi tak satupun yang berani bersuara lantang “ tolak”.

Banyak pimpinan organisasi masyarakat dan partai mengecam tindakan dewan daerah yang “ngluruk” pemerintah pusat untuk meminta kejelasan nasib PP. 37, mereka menilai hal itu sangat memalukan. Kecaman dan penilaian itu terlambat dan terkesan dipaksakan!! Kenapa tidak dari awal ketika munculnya PP itu mereka menyeru untuk menolak??. Semua pandai bermain sandiwara, anggota dewan daerah yang tergabung dalam “adkasi” yang ngluruk ke Jakarta berdalih bahwa kedatangan mereka hanyalah pembelaan semata-mata karena tak mau dituduh sebagai perampok uang rakyat maka PP yang bernomor 37 itu harus segera disahkan dan tidak perlu direvisi supaya citra kami tidak semakin terpuruk, teriak mereka. mereka benar-benar tertutup akal sehatnya, berbekal hanya 1.000 orang anggota legislative daerah mereka menuju Jakarta, mendesak pemerintah pusat untuk membatalkan revisi PP itu, kenapa tak terlintas di pikiran mereka bahwa minimal ada seratus juta penduduk negeri ini menolak dan menghujat PP itu.

Sebenarnya dengan kata revisi, berarti PP itu masih menjanjikan bagi wakil rakyat yang ada di daerah, karena pemerintah melalui sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan kemungkinan revisi hanya pada berlaku surutnya PP itu (jawapos 17/02/07), meski rapelan tidak mereka terima, namun kenaikan gaji, tambahan tunjangan yang fantastis tetap akan dapat mereka nikmati pada tahun anggaran 2007. Sebenarnya siapa yang tidak pro rakyat, pemerintah atau anggota dewan? Keduanya!! Kenapa APBD dipaksa untuk memberikan kenaikan tambahan penghasilan anggota DPRD ketimbang untuk pemenuhan kebutuhan rakyat kecil, anggota dewan yang berhutang kepada konstituen ketika Pemilu kenapa rakyat yang harus membayar, beban rakyat masih sangat berat dengan serangkaian kenaikan bahan pokok kenapa disakiti dengan menambah penghasilan anggota dewan yang tidak sepadan dengan kinerjanya? Pertanyaan-pertanyaan itu yang seharusnya bergelayut di otak para wakil rakyat kita.

Jika betul engkau masih punya hati, Tolak PP 37 itu, gunakan pengalihan dana anggarannya untuk mensubsidi, pendidikan, memperdayakan kaum miskin, membangun daerah terisolir akibat banjir dan longsor karena hal itu akan lebih bermanfaat dan menyentuh hati rakyat ketimbang membangun pasar yang terbakar, karena membangun pasar tentunya sudah banyak kontraktor dan pemilik modal yang antri untuk mengikuti tender. Engkau bukan dewa yang tak luput dari sifat salah dan alpa, Jadi untuk membuktikan itu mulai saat ini teriakkan “Cabut dan Anulir PP laknat itu!!.... dan anggap saja PP itu tak pernah ada, gitu aja kok repot!!

Bersatulah dalam hati yang lapang bersama rakyat, supaya kami tetap dapat bersamamu pada Pemilu 2009, karena rakyat bersatu tak bisa dikalahkan!!

Ah. Hamdah,

aktifis lingk@rseribu yang

tinggal di jombang utara.

KACIAN DECH LOE...MAFTUH BASUNI

akan dimuat Surya, 20 Januari 2007

Kesemrawutan dan kekisruhan yang terjadi pada jamaah haji Indonesia ketika berada di Arafah kemarin itu membawa berita segar untuk sebagaian politisi “kura-kura” di negeri ini. Mereka berharap cemas, agar masyarkat ikut mengecam panitia pelaksana (Baca; Menteri Agama) karena ketidakbecusannya mengurusi tamu-tamu Allah.

Bahkan, penguasa nomor dua negeri ini juga sempat mengeluarkan statement yang sangat menyejukkan telinga politisi kura, “Panitia tidak becus dan bodoh” statement itu membangunkan politisi kura yang lain, mereka berlomba berkoar “Memprovok” agar masyarakat yang saudaranya atau bahkan yang berangkat haji marah dan melakukan class action pada Menteri Agama, yang berujung supaya dicopot jadi Menteri.

Adalah Maftuh Basyuni, Ketua Panitia Pelaksana yang seorang Menteri Agama itu merasa gerah juga dengan berbagai manuver “teman” politiknya “ Saya siap buka-bukaan masalah ini”, tantang pak Menteri.

Belum Dapat Menjadi Uswah yang Hasanah

IKHLAS, DIMANAKAH ENGKAU KINI ?MAFTUH BASYUNI, CUCIAN DECH LO....!Ilustrasi dia atas (menurut penulis) cermin atas kegagalan komunikasi petinggi di negeri ini, Maftuh itu siapa? Dia hanya pembantu Juragan Kalla. Seyogyanya sang juragan arif menghadapi pembantu yang salah, misal pembantu tidak sigap menghadapi tamu, maka juragan tidak boleh memarahi pembantu di depan tamu.

Text Box: mereka itu orang-orang suci yang ketika niatan berangkatnya saja harus semata mata karena Allah, maka ketika betul-betul menjadi tamu Allah, haruslah yakin dan haqqul yaqin bahwa  segala peristiwa yang dihadapi ketika melaksanakan haji termasuk yang diributkan oleh politisi “kura” di negeri ini semata-mata atas ujian bagi orang-orang beriman yang sedang melaksanakan  haji. (Refleksi Awal Tahun 1428 H)IKHLAS, DIMANAKAH ENGKAU KINI ?Kalau memang pembantu bekerja tidak profesional ganti dan pecat saja ndak usah mempublikasikan kepada para tetangga, juragan punya hak veto untuk itu, dan yang harus diingat adalah Menteri hanya mewakili (wakil) presiden, semestinya yang bertanggung jawab penuh kepada masyarakat ya (wakil) presiden, IKHLAS, DIMANAKAH ENGKAU KINI ?(Refleksi Awal Tahun 1428 H)tidak malah ikut-ikutan menyalahkan serta mengkambinghitamkan menteri.

IKHLAS..., DIMANAKAH ENGKAU KINI ?(Intropeksi Awal Tahun 1428 H)Kenapa beraninya hanya marah pada menteri yang nangani haji tahun ini. Kenapa koq adem ayem saja melihat tragedy Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Tenggelamnya KM.Senopati, Hilangnya pesawat Adam Air yang hingga kini belum tahu rimbanya, banyak Kereta Api Ngguling, pesawat yang katanya layak terbang ternyata “bobrok”, rakyat yang kelaparan semakin banyak karena tidak mampu membeli, masalah-masalah social yang muncul semakin liar tak terkendali, menterinya kok ndak ada yang kena damprat?

Malah “membanggakan” teman karibnya yang bikin para kyai memutar tasbihnya untuk berdzikir “Subhanallah” anggota dewan pusat berzina”Mukhson” yang konon zina muhson itu dapat membuat manusia tidak diterima ibadahnya selama delapanpuluh tahun, na’udzubillahimindzalik.

Apalagi adegan zinanya itu dapat dinikmati orang se antero bumi, dan yang bikin geleng-geleng kepala lagi pelakunya tidak merasa berdosa, lagi-lagi “MasyaAllah”, begitu koq mau dijagokan jadi Menteri Agama.

Alhamdulillah Allah telah membuka tabiat dan watak sesungguhnya satu demi satu pemimpin negeri ini. Presiden dan wakilnya belum lama ini juga berbeda pandangan soal sistem pemilu, sehingga masyarakat awampun sebenarnya sudah dapat menilai siapa sebenarnya mereka, mana yang pro kemaslahatan ummat dan mana yang pro kemaslahatan golongan.

Ibda’ binnafsihi

Kembali pada kesalahan menteri agama yang tidak mampu mendistribusikan catering pada jamaah haji Indonesia ketika di Arafah. Lepas hal tersebut apakah ada faktor kesengajaan ataupun tidak, harusnya kejadian itu dapat kita jadikan cermin atas semua perbuatan kita selama ini.

Petuah, wejangan, wanti-wanti bahkan warning sang kyai ketika calon jamaah haji belajar manasik haji ternyata belum seratus persen dilaksanakan.

Berulangkali sang kyai mengingatkan bahwa ketika kita melaksanakan ibadah haji haruslah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk sabar dan ikhlas, karena kunci predikat haji mabrur terletak pada seberapa kuat kita mengendalikan kedua kata tersebut.

Issue yang berkaitan dengan haji jangan sampai diarahkan ke ranah politik, mereka itu orang-orang suci yang ketika niatan berangkatnya saja harus semata mata karena Allah, maka ketika betul-betul menjadi tamu Allah, haruslah yakin dan haqqul yaqin bahwa segala peristiwa yang dihadapi ketika melaksanakan haji termasuk yang diributkan oleh politisi “kura” di negeri ini semata-mata atas ujian bagi orang-orang beriman yang sedang melaksanakan haji.

Jadi, jika luthfi assyaukanie ikut-ikutan “ memprovokasi” jamaah haji agar mengajukan gugatan kepada Menteri Agama dengan menggugat rasa ikhlas pada diri jamaah haji (Esai : Jawa Pos 19 Januari 2007) adalah sangat tidak linear. Seharusnya yang di “gugat” adalah seluruh panitia pelaksana, Presiden dan wakilnya, DPR, para pengamat dan orang-orang yang seakan-akan peduli dengan nasib para jamaah haji. Apakah mereka semua itu dalam memberikan kontribusi baik pemikiran, tenaga atau materi pada jamaah haji sudah ikhlas semata-mata karena Allah”?

Jangan-jangan mereka hanya cari sensasi, popularitas dan tendensi? Kalau ini yang terjadi, tarik dan suruh pulang saja Tolchah Hasan cs. Yang berniat bertemu menteri agama Arab Saudi yang akan menginvestigasi dan menginventarisir persoalan keterlambatan catering dan masalah lain yang menimpa jamaah haji Indonesia.

Karena hal itu hanya akan membuang tenaga dan uang rakyat, lebih bermanfaat berikan saja pada para korban bencana di negeri yang katanya makmur loh jinawi ini, toh mereka (Pemerintah Arab Saudi) juga “enggan” bertemu kita (JawaPos : 18 Januari 2007).

Muhasabah

Suka mencari-cari kesalahan, bersilat lidah, memutarbalikkan fakta, mengkambinghitamkan adalah salah satu indikator bahwa perangai, amal atau perbuatan kita di bawah ambang batas kata “Ikhlas”.

Jujurlah padaku...., sebuah penggalan lagu kelompok grup band yang sempat popular beberapa waktu lalu dapat kita jadikan intuisi untuk intropeksi diri, apakah kita dalam bertanduk dan berbuat selama ini sudah dalam koridor ikhlas ? Jujur saja belummm…!!, terbukti seringkali kita dininabobokkan oleh nyanyian merdu (wakil) Presiden dan DPR agar kita sabar dan ikhlas dalam menghadapi seluruh cobaan-cobaan yang terjadi, sementara mereka nuntut gaji dan fasilitas pribadi yang tinggi.

Moment tahun baru hijriyah 1428 H adalah awal tahun yang indah bila kita niatkan semua potensi diri baik berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan yang dikaruniakan Ilahi Robbi pada diri kita ini mampu kita syukuri dengan cara meningkatkan nilai ibadah kita, baik yang vertical maupun horizontal yang dibarengi keikhlasan jiwa, hati, ucapan dan perbuatan.

Jangan sampai kata “ Ikhlas” sering kita dengungkan, sementara hati sanubari kita semakin jauh dengan kata tersebut, sehingga anomali perbuatan dengan ucapan seringkali terjadi.

Ikhlas beramal” Sebuah jargon pada departemen agama jangan hanya jadikan jargon yang tanpa makna, namun sepatutnya kita implementasikan bersama untuk mengentas seluruh “petaka” yang terjadi di bumi pertiwi ini, seperti kata syaikh A. mustofa Bisri, “Dengan ikhlas dan rendah hati kita akan menjadi hamba yang dicintai”. Wallahu a’lam bis showwab.

AH. HAMDAH

AKTIFisLingk@arseribu, tinggal Di Jombang

ah_hamdah@plasa.com

Selasa, 17 Juni 2008

halal dan haram

halal dan haram semakin tipis bedanya.
seseorang baru saja menerima transferan uang
pada sebuah bank swasta senilai 100 juta.
ketika ditanya, anda habis menerima suap ya?
oh.. ndak, jawabnya enteng. Lha itu uang seratus juta uang apa?
oh...itu, itu uang lelah plus uang lembur plus uang transport serta uang akomodasi selama saya
mengurusi proyek pengadaan alat-alat laboratorium di sekolah-sekolah tingkat Sekolah Menengah Atas
yang telah cair dananya nilainya 1 milyar.
Lho, anda kan sudah dapat gaji dari pemerintah tiap bulannya unruk tugas anda itu?
lho itu lain mas, itu uang gaji yang menjadi hak saya.ini kan uang.........
Fenomena seperti ini sering kali kita jumpai di masyarakat
dari masyarakat level bintang lima sampai masyarakat level kaki lima.
Anda menjumpai fenomena seperti itu di lingkungan anda?
silahkan berbagi di sini!!

Kamis, 12 Juni 2008

Makmurnya TapenKoe

Andai semua anak usia sekolah mampu sekolah dengan baik dan belajar dengan sungguh-sungguh dengan fasilitas yang memadahi dengan instruktur yang profesional, maka niscaya tidak akan ada anak yang tidak pandai.
Semua itu syaratnya harus gratiss...!
Pertanyaannya sekarang siapa yang mau membiayai mereka??
Apakah cukup kita mengandalkan kucuran dana dari pemerintah...
Kami undang pemerhati pendidikan di negeri ini...
jangan hanya mengobral janji tuk kepentingan pribadi...
memberikan bantuan tanpa mau merogoh kocek sendiri
berlindung di balik atas nama kepentingan anak pertiwi
padahal mereka menunggu prosentase bantuan
yang katanya ntuk anak-anak negeri ini...

woro-woro

pendidikan berbasis kerakyatan